Sabtu, 22 September 2012

Ringkasan Jurnal : An Automated Valuation Model For Hotel



By JOHN W.O’NEILL

Sebuah langkah analasis regresi linear berganda untuk membuat sebuah model penilaian property (AVM) untuk hotel ditemukan 4 faktor signifikan yang bersama-sama memberikan dan memperkirakan nilai sebuah property yang wajar. Keempat faktor tersebut adalah
1.      Twelve-month lagging averages of net operating income (NOI);
Melihat pendapatan bersih sebuah perusahaan/hotel setelah dikurangi beban usaha tetapi sebelum dikurangi dengan penghasilan beban pajak dan bunga selama 1 tahun. NOI dapat dilihat di laporan rugi laba perusahaan.
2.      Average Daily Rate (ADR)
Tingkat Rata-rata Harian (sering disebut sebagai ADR) adalah unit statistik yang sering digunakan dalam industri penginapan. Jumlah tersebut merupakan pendapatan sewa rata-rata per kamar diduduki dalam periode waktu tertentu. ADR bersama dengan hunian properti merupakan dasar untuk kinerja keuangan properti. ADR dapat dihitung dengan membagi pendapatan kamar dengan jumlah kamar yang terjual dalam 1 periode 12 bulan/ 1 tahun. Selain itu terdapat istilah RevPAR yakni revenue per available room yang dikalkulasikan dengan mengalikan ADR dengan Occupancy dalam satu periode tertentu.
3.      Occupancy
Rata-rata tingkat hunian dalam 1 periode 12 bulan/ 1 tahun
4.      Number of room
Jumlah kamar yang dimiliki oleh suatu hotel
Keempat variable diatas yang digunakan oleh O’neil untuk menentukan nilai property dari sebuah hotel dengan mengunakan analisis regresi linear berganda. Namun, analisis regresi yang digunakan juga bisa menggunakan faktor lain akan tetapi tidak sesignifikan dari hasil ke empat variabel yang dianjurkan oleh O’Neil. Variabel lain yang bisa dipergunakan antara lain;


1.      Region
Region atau daerah dapat dikatakan tidak signifikan karena hanya melihat dan menilai sebuah perusahaan dari segi monitary/keuangan daerahnya masing-masing sedangkan nilai suatu perusahaan dinilai berdasarkan kinerja perusahaan yang menggunakan empat variabel tadi. Sebagai contoh, Pak.Ketut Darsana, memiliki dua buah hotel 5 star yang sama dari segi operasionalnya dan hotelnya terletak di Singapore dan Haiti. Suatu saat Pak.Tut tidak memiliki uang dan ingin menjual kedua hotelnya, Pak.Tut menawarkan kedua Hotelnya kepada calon pembeli. Ternyata, melihat dari segi region/daerahnya, hotel Pak.Tut dinilai dengan harga yang berbeda. Misalnya hotel yang di Singapore dinilai USD 10 dan hotel yang di Haiti hanya dinilai USD 7.
Dari fakta tersebut terlihat bahwa jika hanya menggunakan faktor region, value dari perusahaan dapat dikatakan tidak signifikan.
2.      Location in a metropolitan area
Lokasi di tengah metropolitan/kota, biasanya memiliki nilai yang lebih tinggi dari lokasi yang ada di desa. Jika suatu perusahaan hanya dinilai dari segi lokasinya, maka nilai yang dihasilkan tidak signifikan. Hal ini sama dengan kasus Pak.Ketut Darsana sebelumnya yang hanya melihat dari segi region.
3.      Age of property (or date of constarction)
Jika menilai suatu perusahaan hanya dari segi umurnya saja, juga tidak menghasilkan nilai yang signifikan. Karena semakin tua perusahaan tersebut biasanya dinilai semakin murah (faktor depresiasi). Akan tetapi, hal itu tidak bisa dijadikan faktor satu-satunya untuk menilai perusahaan. Sebagai contoh: Bapak.Nyoman Ariek, memiliki Hotel Four Season di New York USA. Hotel Pak.Man telah berjalan selama 35 Tahun ( 5 Tahun lagi nilai ekonomisnya sudah diestimasikan habis sesuai SAK). Bapak Nyoman ingin menjual hotelnya dan saat dipasarkan hotelnya memiliki nilai yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa umur suatu perusahaan bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Tingginya nilai tersebut bisa saja dipengaruhi oleh empat variabel tadi atau dari segi faktor yang lain seperti brand name, afiliasi dan lainnya.
4.      Date of sale
Penting bagi seorang pemilik hotel/property melihat dengan jeli kondisi ekonomi pasar pada saat periode itu saat pemilik hotel/property menjual hotel/propertinya ke pasar. Keadaan  ekonomi pasar yang fluktuatif baik resesi atau ekspansi yang disebabkan oleh banyak faktor, sehingga berdampak pada nilai pasar suatu hotel/property. Sebagai contoh; Bapak.Ida Bagus Agung Kadek Jebing (Gung Bing), ingin menjual Hotel yang dimilikinya. Saat kondisi ekonomi yang normal (cateris paribus), hotelnya di nilai sebesar USD 10. Akan tetapi, saat ekonomi mengalami penurunan (resesi), hotelnya hanya dinilai sebesar USD 8. Sehingga nilai tersebut tidak dapat dikatakan signifikan oleh Bapak John.Oneil.
Tujuan dari AVM untuk hotel ini adalah
1.      Membantu manajer hotel atau pemilik hotel untuk menentukan analisis nilai dari property hotel yang akan dijual ke pasar dengan cepat, murah, praktis dan obyektif guna mendapatkan pembeli yang potensial atau investor.
2.      Untuk mempersembahkan metode AVM yang sudah disempurnakan dan untuk membantu meningkatkan perkembangan AVM yang cenderung lambat yang telah digunakan oleh Real Estate sebelumnya.
Pembahasan Penelitian O’Neil
Penelitian yang dilakukan oleh O’Neil ini meneliti 327 hotel dari tahun 1990 hingga 2002. Beliau menggunakan aplikasi SPSS 11.0 for windows untuk membantu penelitiannya dengan menggunakan pendekatan analisis linier berganda.
Regresi linear merupakan suatu metode analisis statistik yang mempelajari pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Pada kenyataan sehari-hari sering dijumpai sebuah kejadian dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel. Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga p-variabel predictor dimana banyaknya p kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresi dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Y = βo + β1X1 + β2X2 + βpXp +ε
     
Berikut data yang diperoleh dari 327 hotel berdasarkan transaksi penjualan.
Exhibit 1:
Descriptive Statistics of Database Use to Construct the Automated Valuation Model
Statistic
room
occupancy
ADR
Capitalization rate
NOI
RRM
Price per room
Age (years)
Median
173
70.0
$ 78.25
10.6
$980,400
3.08
$59,338
11.0
Mean
219
68.7
$ 83.15
10.7
$1,721, 277
3.21
$74,020
16.1
Standard deviation
163
12.2
$ 37.28
2.2
$2,213,163
1.14
$58,330
15.2
Minimum
35
18.5
$ 31.50
1.1
$67,840
0.70
$6,931
1.0
Maximum
1348
96.3
$ 250.50
20.4
$18,676,000
9.25
$479,167
98.0

Setelah diolah dengan Stepwise Multiple Linear Regression Analysis diperoleh hasil seperti dalam exhibit 3.
Exhibit 3:
Summary of Overall Stepwise Multiple Linear Regression Analysis
Step
Variable Added
Beta Coefficient
t
Significance
1
NOI / Room
5.615
16.492
P < .001
2
ADR
615.039
12.310
P < .001
3
Rooms
33.693
3.751
P < .001
4
Occ
234.891
2.343
P < .05

Kemudian hasil diatas beta coefficient tersebut digunakan untuk menilai value sebuah hotel. Contoh:
Hotel Hampton Inn memiliki annual NOI sebesar $450,000, ADR $76.81 dan annual occupancy rate 72.8% dengan jumlah kamar 57 kamar.
Perhitungan valuationnya sebagai berikut:
Coefficient                                                                        -$42,873………………………βo
+$450,000/57        x          5.615               =          +$44,329……………………. NOI
+$76.81                 x          615.039           =          +$47,241……………………..ADR
+57                        x          33.693             =          +$1,921………………………#Of Room
+72.8%                  x             234.891           =          +$17,100…………………….Occupancy
                                                                  =          $67,718 / room
Sehingga value dari hotel tersebut adalah $67,718 kemudian jika dikalikan 57 kamar nilai seluruh perusahaannya yaitu $ 3,860,000. Saat di bawa ke pasar, ternyata perusahaan ini dinilai dengan harga $64,912 per kamar sehingga terdapat hanya 5% perbedaan dari nilai yang di estimasikan. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa penggunaan metode AVM sangat dianjurkan karena tingkat ketelitian dan ketepatannya sangat tinggi yakni 95%. Penggunaan dari AVM ini, sangat dianjurkan juga menghitung interval baik dengan menentukan batas bawah (dikurangi 5%) atau batas atas dengan ditambahkan 5% (low and high boundaries).
Kelebihan dari AVM adalah:
1.      Praktis, Lebih murah, lebih cepat, lebih objektif dibandingkan dengan proses manual.
2.      Mudah untuk digunakan karena disediakan formula untuk mengitung dan hanya diperlukan matematika dasar tanpa harus mengerti regresi linear berganda karena dapat di bantu dengan sistem computer.
Kelemahan dari AVM adalah:
1.      Tingkat akurasinya akan tinggi apabila digunakan untuk memperkirakan value suatu hotel yang relative memiliki kamar yang banyak, occupancy yang tinggi, ADR yang tinggi, dan NOI yang besar sedangkan jika hotel yang memiliki NOI, ADR, No.Off room serta Occupancy yang rendah, nilai ketepatannya sangat rendah sehingga dianjurkan menggunakan tiga metode penilaian yang tradisional.
2.      Analisis ini menyamaratakan antara realty asset dengan nonrealty asset. (Realty asset seperti hotel‘s physical dan kegiatan operasional hotel , nonrealty asset seperti brand, nama perusahaan, reputasi dan afiliasi).

Ringkasan Jurnal : Hotel Valuation Thniques


Judul Jurnal                 : Hotel Valuation Techniques
Penulis Jurnal              : Jan deRoss & Stephen Rushmore


Dalam menilai hotel, ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu the income capitalization, sales comparison, sales comparison dan cost approach. Keseluruhan dari ketiga pendekatan tersebut memiliki pertimbangan dan masing – masing pendekatan tersebut harus dievaluasi untuk menentukan pendekatan mana yang lebih memberikan ketepatan dalam melakukan estimasi.
Namun pada jurnal yang ditulis oleh Jan deRoss dan Rushmore ini terdapat berbagai macam teknik tambahan yang dapat digunakan untuk melakukan valuasi terhadap suatu property. Pada jurnal ini terdapat 9 teknik valuasi yang dapat digunakan. 9 teknik tersebut dapat dibagi kedalam 4 tipe metode valuasi, yaitu:

A.    Rule of Thumb Method
1.      Band of investment technique
Teknik ini menggunakan income pada tahun operasional hotel yang dianggap stabil dan juga dengan struktur permodalan dari suatu perusahaan, atau yang lebih dikenal dengan weighted average cost of capital (WACC). Teknik ini memerlukan penentuan tahun operasional hotel yang dianggap stabil sebagai dasar penilaian.
2.      Room rate multiplier technique
Teknik ini merupakan teknik yang sederhana dalam hal menentukan nilai suatu property. Variabel yang digunakan pada teknik ini adalah jumlah kamar, harga rerata kamar harian, dan juga konstanta sebesar 1000. Semua variabel ini dikalikan untuk mengetahui seberapa besar nilai dari property tersebut.
3.      Coke can multiplier
Pendekatan ini mirip dengan teknik room rate multiplier. Hanya saja, teknik ini menggunakan harga minuman soda/kalengnya sebagai dasar penentuan nilai suatu property.

B.     Income Approach Method
1.      Hotel valuation formula & Hotel investment formula techniques
Pendekatan ini menggunakan projeksi laba yang umumnya selama 10 tahun sebagai dasar penentuan nilai suatu property. Pendekatan ini adalah pendekatan yang lebih rumit dibandingkan pendekatan – pendekatan valuasi lainnya. Pendekatan ini juga mempertimbangkan tingkat diskonto dari laba yag di proyeksikan.
Persamaan untuk pendekatan ini adalah:
((NI1 - NIs/DCR) x 1/S1) + ((NI2- NIs /DCR) x 1/S2) + ...
((NI10 - NIs/DCR) x 1/S10) +
{[(NI11/Rr) - (b x (NI11/Rr)) - ((1 - P) x (NIs/(DCR x f)))] x 1/S10} +
NIs /(DCR x f) = V

2.      Hotel valuation formula – after tax techniques

C.     Valuation by Publicity company
1.      Economic value added technique
EVA dapat diperluas untuk mengukur valuation asset single juga. Pendekatan ini melakukan penilaian nilai suatu property dengan cara membagai pendapatn setelah pajak dengan weighted average cost of capital (WACC) atau yang biasa dikenal dengan biaya modal rerata tertimbang. Pendekatan ini adalah bentuk spesialisasi dari teknik capital – income.

D.    Sales comparison Approach
1.      Sales comparison approach
Metode ini adalah sebuah pendekatan yang menggunakan data – data property yang berada pada kelas yang sama untuk menentukan nilai property tersebut. Data – data yang dibutuhka ialah seperti harga jual/kamar, bangunan fisik, posisi pasar, usia property dan juga afiliasi brand – nya. Faktor – faktor seperti kurangnya data penjualan terkini, banyaknya penyesuaian yang kurang tepat padahal hal tersebut sangat penting dan kelemahan yang biasa ditemukan dalam menghitung masa nyata keuangan dan motivasi seseorang dalam membandingkan transaksi sering menimbulkan pertanyaan terhadap teknik ini.
2.      Market – derived capitalization rate technique
Adalah metode yang menggunakan infomasi pasar mengenai laba dan nilai jual terhadap beberapa hotel, dalam menentukan tingkat kapitalisasi. 12 bulan adalah jumlah periode yang dianjurkan sebagai basis pengkajian terhadap laba dari tiap perusahaan yang ada.

E.     Cost – Based Approach
Pendekatan ini adalah pendekatan yang menggunakan panduan – panduan penentuan biaya untuk pada akhirnya digunakan untuk menentukan replacement cost (biaya penggantian). Yang menjadi variabel – variabel penting dalam pendekatan ini adalah biaya lahan. Gedung, FFE, dan juga biaya depresiasi dari gedung dan FFE.
Teknik – teknik diatas tercipta didasari oleh pertanyaan “berapakah nilai dari property ini?”. Setiap pendekatam diatas memiliki fungsi dan tujuannya masing – masing.
Pendekatan rule of thumb dapat digunakan untuk memberikan indikasi dasar mengenai nilai suatu property. Pedekatan ini simple, dan berdasarkan pada model satu dimensi penilaian, atau hanya mengadalkan satu indicator tunggal dalam melakukan penilaian. Pada jurnal ini, average daily rate (ADR) dan coke can digunakan sebagai dimensi tunggal tersebut. Pendekatan ini kurang mengakomodasi kumpulan aktivitas pasar yang ada. Meskipun begitu, pendekatan ini dapat memberikan estimasi awal mengenai nilai suatu property, meskipun hanya estimasi kasar.
Penilai (appraiser) pada umumnya menggunakan 3 teknik penilaian dasar dalam mengestimasi nilai dari suatu property. 3 teknik tersebut umumnya dikenal sebagai troika valuation techniques. 3 teknik penilaian terserbut adalah cost approach, sales comparison approach, dan income capitalization approach. 3 pendekatan ini adalah pendekatan – pendekatan yang umumnya digunakan untuk menentukan nilai suatu property.
Pendekatan lain yang biasa disebut dengan market – derived capitalization rate, yaitu pendekatan yang menggunakan informasi – informasi pasar mengenai nilai jual dan laba untuk menentukan tingkat kapitalisasi. Pendekatan ini disebut juga pendekatan yang bersifat hybrid. Dikatakan hybrid karena pendekatan ini menggunakan pendekatan income approach untuk menilai property, dan mengambil OCR (overall capitalization rate) yang diambil dari data hasil penjualan yang dapat disetarakan/ dibandingkan dengan subjek yang dinilai. Metode ini menggunakan data – data historis sebagai dasar penilaiannya. Dan dianggap kurang adaptif terhadap perubahan permintaan yang akan terjadi.
Rushmore dan deRoss pada jurnal ini menambahkan bahwa investor memiliki focus penilaian yang berbeda dalam menilai suatu property. investor disisi lain berharap dapat mengestimasi nilai investasi yang dimana termasuk didalamnya efek dari pajak penndapatan, biaya modal dari investor, dan kondisi lainnya yang menjadi perhatian investor. Untuk itu dalam mengestimasi suatu nilai, investor umumnya mengadalkan metode modified income approach untuk menentukan nilai suatu investasi.
Teknik valuasi oleh publicity company memiliki focus yang berbeda dalam menentukan keputusan investasinya. Manager pada lingkungan ini tertarik pada accretive investment sebelum melakukan valuasi terhadap suatu property. Accretive investment adalah suatu investasi yang apabila dilakukan akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang melakukannya. Teknik publicity company berfokus pada valuation perusahaan perdagangan. Teknik ini relatif simpel tapi juga kuat dilihat dari pembelian pada share value. Model yang digunakan adalah “Economic Value Added” atau EVA. Persamaan untuk pendekatan ini adalah:

Pada jurnal ini juga dibahas pendekatan valuasi dengan teknik cost approach. Pendekatan ini menyediakan estimasi nilai dari suatu property dengan orientasi penilaian pada faktor fisik. Tantangan dalam melakasakan valuasi dengan pendekatan ini terletak pada saat menentukan tingkat keusangan dan tingkat depresiasi dari suatu property. Dalam menentukan tingkat kuasangan, perlu dilakukan penyesuaian pada 3 area, yaitu area fisik, area ekonomi, dan area fungsional.
Selain beberapa pendekatan diatas, deRoss dan Rushmore pada jurnal ini membahas mengenai pendekatan sales comparison dalam menentukan nilai dari suatu property. Pendekaan sales comparison ini baiknya diaplikasikan pada property yang sifatnya sejenis. Sejenis maksudnya disini adalah, property yang berada pada level dan juga kualitas yang sama. Pada pasar dengan perdangangan yang padat, alat ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran nilai berdasarkan nilai aktual dari transaksi pasar yang ada. Tantangan yang dihadapi bagi para appraiser dalam melakukan valuasi menggunakan pendekatan ini adalah keterbatasan data dan juga sulitnya menentuka subjek pembanding yang sesuasi, agar dapat membuat penyesuaian yang akurat. Penggunaan pendekatan ini akan efektif apabila teknik ini digunakan dala menentukan rentangan penjualan yang dapat diterima oleh pembeli property yang potensial, yang didasarkan pada data penjualan yang aktual.
Teknik lain yang juga dapat digunakan dalam menentukan nilai dari suatu property adalah dengan menggunakan teknik income approach. Pada jurnal ini dikatakan bahwa pendekatan ini lahir dari 2 dasar pikiran, yaitu dari teknik “cap – rate” (band of investment & derived capitalization) serta teknik EVA (sebuah model yang mengandalkan periode tunggal dalam penilaiannya, yang menghitung pertumbuhan secara eksplisit).
Pendekatan lain yang juga ada pada jurnal ini adalah pendekatan yang menggunakan yield/discount rate sebagai basis perhitungannya. Pendekatan yang termsuk didalamnya adalah pendekatan hotel valuation formula dan hotel valuation formula – after tax. Pendekatan ini adala pendekatan yang multi – periode yang menggunakan kalkulasi cash flow disepanjang periode berjalan secara eksplisit untuk menentukan nilai dari suatu property.
Jika dibandingkan, pendekatan “cap – rate” dan yield base memiliki kelebihannya masing – masing. Pendekatan “cap – rate” mudah untuk diimplementasikan dan mudah untuk dimengerti. Sementara itu disisi lain, pendekatan yang menggunakan yield base tidak, pendekatan ini lebih sulit untuk dimengerti da diimplementasikan. Namun apabila didukung oleh data – data yang memadai da berkualitas, maka pendekatan yield base ini dapat memberika hasil yang lebih akurat. Salah satu data yang sulit  untuk ditentukan dalam melakukan pendekatan ini pada umumnya adalah dalam menentukan tingkat pengembalian yang dibutuhkan kepada pemilik – pemilik modal (equity participants).
 Diantara berbagai pendekatan yang tersedia diatas, pada akhirnya pembeli dan penjual lah yang nantinya menentukan pendekatan manakah yang akan digunakan. Rushmore dan deRoss mengatakan bahwa menggunakan berbagai variasi model penilaian dalam melakukan valuasi suatu property yang akan dijual/dibeli adalah sesuatu yang baik. Sebagai contoh, seorang penjual potensial tidak hanya berharap mengetahui nilai pasar, dari suatu kegiatan valuasi, tetapi juga informasi valuasi dengan spesifikasi pembeli, seperti nilai untuk perusahaan public dan partnership. Pada kasus ini, 3 pendekatan klasik ditambahkan dengan pendekatan EVA dan pendekatan setelah pajak adalah model yang tepat bagi valuasi, kareana metode – metode ini menghasilkan nilai yang sesuai dengan nilai yag diharapkan oleh sang pembeli dan juga sang penjual dalam membuat estimasi penawarannya.